Cita-Cita Ki Hadjar Dewantara dengan Pendidikan di Indonesia

Cita-cita Ki Hadjar Dewantara dengan Pendidikan di Indonesia

Bisabaca.com - Kita semua sama-sama tahu apa yang dikembangkan oleh ki Hajar Dewantara sangat layak untuk kita renungkan bersama. Jangan terlalu mudah terjebak dengan model pendidikan dari luar yang penerapannya tanpa dilakukan penyaringan terlebih dahulu, apakah ada atau yang tidak sesuai dengan karakter budaya serta kebutuhan bangsa Indonesia. Meski mengadopsi sistem itu ada baiknya tapi kadang kala ada sistem yang tidak cocok untuk diterapkan bagi kehidupan masyarakat kita dan proses belajar mengajar di Indonesia

Model pendidikan yang selaras dengan budaya Indonesia. Sebab tidak ada keabadian dalam kehidupan manusia dan lingkungannya.

Pengaruh alam dan jaman adalah penguasa kodrat yang tidak bisa dihindari oleh manusia. Anak-anak adalah sebuah kehidupan yang akan terus tumbuh menurut kodratnya sendiri, yaitu kekuatan hidup lahir dan hidup batin mereka (Dewantara 1,2004). Maka, Ki Hadjar menekankan arti penting memperhatikan kodrat alam dalam diri anak semasa pendidikan.

Artinya Pendidikan itu sudah setua usia manusia ketika manusia mulai bertahan hidup dan mempertahankan hidup dengan membangun peradabannya.

Mendidik anak itu sama dengan mendidik masyarakat karena anak itu bagian dari masyarakat, cikal bakal citra masyarakat tergantung seperti apa karakteristik masyarakat itu sendiri. Mendidik anak berarti mempersiapkan masa depan anak untuk berkehidupan lebih baik, demikian pula dengan mendidik masyarakat berarti mendidik bangsa (Dewantara I, 2004).

Menurut Ki Hadjar, Pendidikan adalah pembudayaan buah budi manusia yang beradab dan buah perjuangan manusia terhadap dua kekuatan yang selalu mengelilingi hidup manusia yaitu kodrat alam dan zaman atau masyarakat (Dewantara II, 1994).

Dengan demikian, pendidikan itu sifatnya hakiki bagi manusia sepanjang peradabannya seiring perubahan jaman dan berkaitan dengan usaha manusia untuk memerdekakan lahir dan batinnya sehingga manusia tidak tergantung kepada orang lain akan tetapi bersandar atas kekuatan sendiri.

Oleh karena itu, kemerdekaan menjadi isu kritis dalam Pendidikan karena menyangkut usaha untuk memerdekakan hidup lahir dan hidup batin manusia agar manusia lebih menyadari kewajiban dan haknya sebagai bagian dari masyarakat sehingga tidak tergantung kepada orang lain dan bisa bersandar atas kekuatan sendiri. Namun, disisi yang lain, kemerdekaan itu bersifat tiga macam yaitu:

  • berdiri sendiri,
  • tidak tergantung kepada orang lain,
  • dapat mengatur dirinya sendiri.

Dengan demikian, kemerdekaan itu berarti manusia sebagai mahkluk individu dan sekaligus sosial dapat mengatur ketertiban hidupnya dalam berhubungan dengan kemerdekaan orang lain (Dewantara 1, 2004).

Dalam hal ini, Ki Hadjar membedakan antara Pengajaran dan Pendidikan. Pendidikan adalah tuntutan bagi seluruh kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.

Ibarat bibit dan buah. PENDIDIK adalah petani yang akan merawat bibit dengan cara menyiangi gulma disekitarnya, memberi air, memberi pupuk agar kelak berbuah lebih baik dan lebih banyak, namun petani tidak mungkin mengubah bibit mangga menjadi berbuah anggur. Itulah kodrat alam atau dasar yang harus diperhatikan dalam dalam.

Pendidikan itu diluar kecakapan dan kehendak kaum pendidik. Sedang Pengajaran adalah Pendidikan dengan cara memberi ilmu atau pengetahuan agar bermanfaat bagi kehidupan lahir dan batin (Dewantara I, 2004). Di samping itu, Pengajaran yang tidak berdasarkan. Semangat Kebudayaan dan hanya mengutamakan Intelektualisme dan Individualisme yang memisahkan satu orang dengan orang lain hanya akan menghilangkan rasa keluarga dalam masyarakat di Seluruh Indonesia yang sesungguhnya dan menjadi pertalian suci dan kuat serta menjadi dasar yang kokoh untuk mengadakan hidup tertib dan damai (Dewantara I, 2004).

Tiga butir penting Pengajaran Rakyat menurut Ki Hadjar :

Pengajaran rakyat harus bersemangat keluhuran budi manusia, oleh karena itu harus mementingkan segala nilai kebatinan dan menghidupkan semangat idealisme. Pengajaran rakyat harus mendidik ke arah kecerdasan budi pekerti, yaitu masaknya jiwa seutuhnya atau character building.

Pengajaran rakyat harus mendidik ke arah kekeluargaan, yaitu merasa bersama-sama hidup, bersama-sama susah dan senang, bersama-sama tanggung jawab mulai dari lingkungan yang paling kecil, yaitu keluarga. Jangan sampai di sistem sekolah umum sekolah menjauhkan anak dari alam keluarganya dan alam rakyatnya.

Oleh karena itu, Pengajaran dan Pendidikan Nasional harus selaras dengan penghidupan dan kehidupan Bangsa agar semangat cinta bangsa dan tanah air terpelihara. Dalam hal ini, Ki Hadjar menekankan agar Pendidikan memperhatikan :

  • Kodrat Alam,
  • Kemerdekaan,
  • Kemanusiaan,
  • Kebudayaan,
  • Kebangsaan.

Sebelum UU Pendidikan NKRI yang pertama keluar, yaitu setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia, rumusan tujuan pendidikan menurut Panitia Penyelidik Pengajaran di bawah pimpinan Ki Hajar Dewantara dengan penulis Soegarda Poerbakawatja adalah:

“Mendidik warga negara yang sejati, sedia menyumbangkan tenaga dan pikiran untuk warga negara dan masyarakat.”

Pengertian “warga yang sejati” itu kemudian dijabarkan sifat-sifatnya dalam pedoman bagi guru-guru yang dikeluarkan oleh Kementerian PP dan K pada tahun 1946, yaitu:

  • Berbakti kepada Tuhan Yang Maha Esa.
  • Cinta kepada alam.
  • Cinta kepada negara.
  • Cinta dan hormat kepada ibu-bapak.
  • Cinta kepada bangsa dan kebudayaan.
  • Keterpanggilan untuk memajukan negara sesuai kemampuannya.
  • Memiliki kesadaran sebagai bagian integral dari keluarga dan masyarakat.
  • Patuh pada peraturan dan ketertiban.
  • Mengembangkan kepercayaan diri dan sikap saling hormati atas dasar keadilan.
  • Rajin bekerja, kompeten dan jujur baik dalam pikiran maupun tindakan.

Formulasi cita-cita ini menunjuk kan bahwa pendidikan ketika itu lebih menekankan pada aspek penanaman karakter bangsa sesuai dengan cita-cita proklamasi dan semangat patriotisme.

Pendidikan Budi Pekerti atau Karakter, yaitu bulatnya jiwa manusia, bersatunya gerak pikiran, perasaan, dan kehendak atau kemauan yang akan menumbuhkan energi jiwa manusia sebagai makhluk individu dan sosial dan dapat memerintah atau menguasai dirinya sendiri, mulai dari gagasan, pikiran, atau angan-angan hingga menjadi tindakan.

Ki Hadjar menyebutnya sebagai manusia yang beradab dan itulah tujuan Pendidikan Indonesia secara garis besar (Dewantara I, 2004). Maka, Ki Hadjar membagi fasa pendidikan menjadi tiga perkembangan, yaitu:

  • Hamemayu Hayuning Sariro, yang berarti pendidikan berguna bagi yang bersangkutan, keluarganya, sesamanya, dan lingkungannya. Disini sangat jelas apa arti manusia sebagai makhluk individu dan sosial.
  • Hamemayu Hayuning Bongso, yang berarti pendidikan berguna bagi bangsa, negara, dan tanah airnya. Butir ini juga ditekankan di panca darma Ki Hadjar dan 10 Pedoman Guru.
  • Hamemayu Hayuning Bawono, yang berarti pendidikan berguna bagi masyarakat yang lebih luas lagi yaitu dunia atau masyarakat global.

Pendidikan karakter untuk mempersiapkan generasi penerus bangsa itu harus dimulai sedini mungkin bagi seluruh anak bangsa.

Baca juga : Pengertian Pendidikan menurut beberapa sumber

Pemikiran Ki Hadjar yang menarik bagi Pendidikan untuk membangun bangsa Indonesia adalah WIRAMA yaitu sifat tertib serta hidupnya laku yang indah sehingga dapat memberi rasa senang dan bahagia (Dewantara 1, 2004). Wirama itu tidak lepas dari kodrat alam seperti keteraturan alam, keindahan alam, sifat alami alam yang ritmik.

Di samping itu, dengan mengutip seorang ahli psikologi dan ilmu pendidikan Dr Rudolf Steiner, Ki Hadjar mengungkap bahwa Wirama:

  • Mempermudah pekerjaan,
  • Mendukung gerak pikiran,
  • Mencerdaskan budi pekerti,
  • Menghidupkan kekuatan dalam jiwa manusia.

Inilah syaraf paling penting untuk pendidikan karakter bangsa untuk membangun peradaban bangsa dan membedakannya dari peradaban equity dan equality dalam paham liberalisme yang mengkultuskan individu dan materialisme.

Wirama akan membiasakan manusia menghargai harmoni dalam keragaman, hal yang sangat dibutuhkan oleh bangsa Indonesia yang memiliki keanekaragaman bawaan.

Dengan harmoni maka manusia akan selalu menyelaraskan hidupnya dengan lingkungannya serta menjaga kemerdekaannya dengan menghargai kemerdekaan orang lain.

Wirama itu ada dalam adat-istiadat, tata-krama, kebiasaan setiap etnis suku bangsa.

Jadi, Pendidikan memiliki kekuatan untuk melakukan perubahan guna membangun bangsa secara sistematis dan sistemis ke arah yang lebih baik dengan cara melihat ke keadaan yang tidak dikehendaki saat ini dan kemudian menentukan tujuan serta langkah yang dibutuhkan untuk mewujudkan masyarakat yang dikehendaki di masa yang akan datang sebagai koreksi terhadap kesalahan yang telah diperbuat di masa lalu dan harapan digantungkan agar kehidupan yang akan datang lebih menyenangkan, lebih demokratis, lebih merakyat, dan lebih manusiawi dibanding yang ada sekarang (Dewantara I, 2004), sekaligus menjadi ultimate goal pendidikan Ki Hadjar yaitu Hamemayu Hayuning Manungso.

Demikianlah para pemerhati pendidikan, artikel diatas menjelaskan dengan gamblang cita-cita pendidikan Ki Hajar Dewantara.

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url